Selasa, 21 Juni 2016

kajian dan renungan

๐Ÿ”๐Ÿ”๐Ÿšฉ๐Ÿณ๐Ÿด⚖๐ŸŒ๐Ÿ“๐Ÿ›๐Ÿ”๐Ÿ”

*Pengkhianatan Kelompok Minoritas Terhadap Kebesaran Hati Umat Islam*

Ahad, 19 Juni 2016

Oleh : *Dr. Slamet Muliono*

๐ŸณTinggal di negeri sendiri dengan jumlah mayoritas, umat Islam mengalami tekanan hidup terus menerus, bahkan kerap dicurigai dan dirongrong oleh kelompok non-muslim.

๐Ÿ”ฎKenyataannya, umat Islam tidak bisa menentukan nasibnya sendiri, bahkan di tengah kebebasan berpikir, berperilaku, dan beragama, umat Islam mengalami tekanan yang berkelanjutan.

๐Ÿ›กSebelum menerima Pancasila sebagai dasar negara, umat Islam dicurigai sebagai kelompok subversif. Saat ini, umat Islam mengalami hal yang sama, yakni dituduh sebagai kelompok radikal, intoleran dan anti kemajemukan.

⚔Padahal, kalau belajar dari sejarah kemerdekaan Indonesia, kaum musliminlah yang memiliki andil paling dominan. Umat Islam dengan sukarela dan bahu membahuuntuk berkorban merebut kemerdekaan dengan darah dan nyawa. Umat Islam rela bersama pemerintah Republik Indonesia untuk mengusir penjajah yang telah menyengsarakan rakyat serta menguras kekayaan negeri ini ratusan tahun. Darah dan nyawa kaum muslimin melayang demi kemerdekaan bangsa ini.

*Pengorbanan dan Kebesaran Hati Umat Islam*

๐ŸŒNamun ketika era merdeka, bukan kaum muslimin yang paling besar menikmati jerih payah kemerdekaan, tetapi justru banyak menjadi penonton dalam pembagian kekuasaan. Umat Islam rela berbesar hati, tidak menerima penghargaan yang maksimal dan menikmati hasil perjuangannya.

๐Ÿ’ŽSalah satu kebesaran hati umat Islam, ketika dengan lapang dada mau menerima Pancasila sebagai dasar negara dengan menghapuskan “tujuh kata” dari sila pertama Pancasila (Dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).

๐Ÿ•‹Andaikata umat Islam tidak berbesar hati, maka umat Islam akan bertindak diktator dan otoriter dengan memaksakan Islam sebagai dasar negara.Kebesaran hati umat Islam kembali diuji, ketika ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin memarginalisasi peran politik umat Islam dengan ingin menghapuskan tradisi yang merujuk kepada nilai-nilai Islam yang teruumuskan dengan baik dalam Peraturan Daerah (Perda).

๐Ÿ•ŒApakah cukup berbesar hati ketika umat Islam memberi ruang kebebasan beragama bagi orang Hindu di Bali saat Nyepi, memberi cuti libur bersama orang Kristen saat hari Natal, membiarkan orang Konghucu untuk merayakan Gong Xi Fa Chai. Tetapi kelompok non-muslim mengusik-usik ketika umat Islam melaksanakan ibadah bulan Ramadhan. Orang berpuasa memperoleh penghormatan orang yang tidak berpuasa merupakan hal yang wajar. Namun yang kurang ajar adalah orang yang bermaksiat (tidak berpuasa) meminta orang yang berpuasa menghormatinya.

๐ŸŒตKelompok non-muslim, dibantu oleh media meinstream, terus melakukan pelucutan nilai-nilai Islam yang melekat dalam Perda. Namun umat Islam masih bertindak waras dan besar hati dengan tidak melakukan tindakan radikal atau teror, tetapi umat Islam masih mendatangi “tempat makar” mereka dengan baik-baik dan meminta klarifikasi.

๐ŸšงAndaikata umat Islam benar-benar intoleran dan anti kemajemukan (sebagaimana tuduhan-tuduhan menyesatkan), maka umat Islam bukan meminta klarifikasi tetapi main hakim sendiri dengan main pukul dan hantam mereka. Tetapi kesantunan dan akhlak Islam masih membimbing  kaum muslimin.

*Dua Contoh Kebesaran Hati*

๐ŸŽ‹Umat Islam berbesar hati bukan tanpa dasar, tetapi memiliki contoh dan teladan sejarah, dengan tidak sewenang-wenang dan main hakim sendiri.

๐Ÿ›Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah ketika kaum Anshor rela menyerahkan kepemimpinan Islam dengan membaiat kaum Muhajirin (Quraisy), setelah meninggalnya Nabi Muhammad.

♻Andaikata murni pendekatan politik, kaum Anshar bisa saja menggunakan syahwat politiknya untuk mengambil alih kekuasaan dan tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar.

๐Ÿ›Dari sisi kuantitas, jumlah kaum Anshar jelas besar dan dominan, karena kaum Muhajirin adalah pendatang dengan jumlah yang sedikit dan kedatangannya atas belas kasihan kaum Anshor.

๐Ÿ’ฐKaum Anshor sudah mengorbankan seluruh sumber daya untuk membela kaum Muhajirin, maka selayaknya sebagai tuan rumah, kaum Anshor mengatur peta politik dan pembagian kekuasaan.

⚖Namun ajaran Islam telah merasuk dan menggerakkan perilaku politik kaum Anshor sehingga mereka tunduk dan mengikuti aturan Islam dengan mengakui kepemimpinan Quraisy.

❄Bahkan Allah sendiri memberi contoh tindakan berbesar hati ketika Allah tidak mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim untuk tidak memberikan bagian kepad kaum kafir dari kenikmatan di dunia ini sebagaimana firman-Nya :

๐ŸŒดDan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al-Baqarah : 126)

๐Ÿ”ฐMungkin Nabi Ibrahim melihat keburukan karakter buruk dari orang kafir yang melanggar perintah Allah dan selalu berbuat nista kepada orang-orang beriman, sehingga beliau memohon kepada Allah untuk tidak memberi bagian sedikitpun kenikmatan di dunia.
Namun Allah berkehendak lain dan tetap memberikan bagian kaum kafir untuk menikmati dunia ini.

⚖Keteladanan kaum Anshar yang berbesar hati dengan mengakui kekuasaan kaum Muhajirin, dan kemurahan Allah dengan memberi orang kafir untuk menikmati dunia ini, merupakan contoh kongkret betapa umat Islam ini mau berbesar hati dan berbuat terbaik. Namun orang kafir, yang terus menerus merongrong orang Islam, merupakan karakter yang sulit untuk diubah. Bukankah Allah menyatakan bahwa : “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (QS. Al-Anfal : 55)

*Penulis adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan Direktur Pusat Kajian Islam dan Peradaban (PUSKIP) Surabaya*

๐Ÿ›ก๐Ÿ›ก๐Ÿ”ฐ⚖๐Ÿ•Œ๐ŸŒ๐Ÿ•Œ⚖๐Ÿ”ฐ๐Ÿ›ก๐Ÿ›ก

Tidak ada komentar:

Posting Komentar